Rabu, 31 Oktober 2007

CHOICE SEBAGAI SEBUAH PILIHAN

Bicara mengenai cinta memang tidak akan ada habisnya. Topik ini selalu “up to date” untuk dibahas dan menjadi spirit untuk setiap aktifitas. Manusia tanpa cinta akan menjalani rutinitasnya seperti mesin, terjadwal dan kaku. Bunda Theresa dari Calcuta bahkan berkata bahwa penyakit yang paling parah di dunia adalah merasa tidak dicintai.

Saat ini, banyak orang yang merasa tidak dicintai, tidak diterima oleh keluarga dan lingkungannya. Mereka akan menunjukkan sikap acuh, pemarah, pesimis, “negative thinking”. Dengan sikap tersebut, mereka dengan mudah menyakiti batin orang lain.

Bertolak dari suatu keprihatinan terhadap ketidakpedulian sebagian kaum muda terhadap keadaan lingkungan sekitarnya, Pastor Tom Morrow, seorang Imam Praja dari New York, menawarkan salah satu bentuk pembinaan kaum muda. Tujuannya sederhana saja “menegakkan kembali buluh yang terkulai” dan “menghidupkan kembali sumbu yang meredup”.

Dasarnya adalah cinta. Kaum muda disadarkan bahwa mereka dicintai, dan diharapkan untuk meneruskan cinta tersebut kepada orang lain sehingga cinta ini menjadi denyut yang terus berdetak. Ketulusan adalah kuncinya. “Take and give” adalah caranya. Jika kita menerima secara cuma-cuma, maka kita pun dapat membagikannya secara cuma-cuma. “Pay it forward”.
Gerakan ini mengambil nama Choice, yang berarti pilihan. Pilihan antara tetap hidup tanpa relasi yang akrab/ hangat, atau mau mendengarkan panggilan Tuhan untuk mencintai sesama, dan menjadi bagian dari hidup orang lain.

Program Choice yang diselenggarakan dalam akhir pekan (weekend) dibimbing oleh pastor, seorang suster, dan dua pasang suami-istri dan seorang pemuda dan seorang pemudi. Hal ini sesungguhnya diangkat dari teladan Kristus sendiri yang selalu secara nyata dan konsekuen memilih dan menjadi bagian dalam hidup manusia. Pengalaman peserta yang diperoleh dari relasi mereka selama weekend dan pengalaman berelasi sepanjang hidup mereka direfleksikan melalui acara-acara weekend mereka.

Bermodalkan pengalaman inilah mereka diajak untuk memutuskan sendiri apa yang hendak dilakukan dalam hidup mereka selanjutnya. Suatu keputusan untuk menjawab panggilan hidup mereka yaitu semakin mengenal, mencintai, dan melayani sesama. Dan akhirnya tujuan dari Choice yaitu untuk membentuk dan memoles kaum muda menjadi orang-orang yang memiliki pribadi utuh dan terlibat penuh dalam kehidupan meng-Gereja dapat terlaksana.

Bagai menebar benih di ladang yang subur, gerakan Choice yang dimulai pertama kalinya di Amerika pada bulan September 1976, mendapat tanggapan yang luar biasa dari umat. Program Choice di Indonesia dimulai pada tanggal 10 Desember 1982 atas restu dari Uskup Agung Jakarta, Mgr Leo Soekoto, SJ, dan saat ini sudah berkembang ke beberapa kota lain di Indonesia.

Tidak ada komentar: